Kisah Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Melawan Penjajah Belanda

Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat "Jasmerah" adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966.

Menurut A. H. Nasution, Jasmerah adalah judul yang diberikan oleh Kesatuan Aksi terhadap pidato Presiden, bukan judul yang diberikan Bung Karno. Presiden memberi judul pidato itu dengan Karno mempertahankan garis politiknya yang berlaku "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah". Dalam pidato itu Presiden menyebutkan antara lain bahwa kita menghadapi tahun yang gawat, perang saudara, dan seterusnya. Disebutkan pula bahwa MPRS belumlah berposisi sebagai MPR menurut UUD 1945. Posisi MPRS sebenarnya nanti setelah MPR hasil pemilu terbentuk.

Berikut ini adalah sekelumit kisah salah satu tokoh perjuangan (pahlawan) indonesia yang berjasa besar mengusir penjajah belanda dari bumi pertiwi indonesia.

Pahlawan pengeran diponegoro

Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Melawan VOC


Sultan Ageng Tirtayasa

Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Melawan VOC

Sultan Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 – 1683) adalah putra Sultan Abdul Ma'ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650.

Ketika kecil, ia bergelar Pangeran Surya Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Fathi Abdul Fattah

Selama masa pemerintahannya di Kesultanan Banten (1651-1682), sosok pahwlawan ini menghimpun kekuatan untuk melawan Belanda. Ia juga membuat Banten sebagai Kesultanan Islam yang makmur. Salah satunya adalah mendirikan keraton baru di Dusun Tirtasa yang terletak di Kabupaten Serang. Sejak itulah, ia mendapat gelar Sultan Ageng Tirtayasa

Usaha Sultan Ageng Tirtayasa Melawan VOC


VOC



Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan rakyatnya untuk menentang VOC (Belanda). Apalagi pada waktu itu VOC menerapkan monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa dengan terang-terangan menolak kerja sama. Ia lalu menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Ia juga memimpin rakyatnya untuk melakukan serangan-serangan gerilya untuk melumpuhkan Belanda.

Keberhasilan kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa dibuktikan dengan membongkar blokade laut Belanda. Banyak kapal dan perkebunan milik Belanda yang berhasil dirusak dan dirampas. Tentu saja, hal ini sangat merugikan VOC. Ditambah lagi keberhasilan Sultan Ageng Tirtayasa menjalin kerja sama dagang dengan bangsa-bangsa Eropa, seperti Denmark dan Inggris. Kesultanan Banten menjadi makmur dengan pertahanan yang kuat.


Belanda menggunakan politik adu domba

Adu domba


Sultan Haji, anak tertua Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu di Kesultanan Banten sedang terjadi sengketa antara kedua putra Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu Sultan Haji dan Pangeran Purbaya. Belanda tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Sultan Haji yang dihasut oleh Belanda untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji akhirnya terhasut. Ia mengira ayahnya akan memberikan kekuasaannya kepada Pangeran Purbaya, adiknya. Semua itu menimbulkan perang keluarga.

Sultan Haji bekerja sama dengan Belanda merebut kekuasaan di Kesultanan Banten. Saat Sultan Ageng Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Banten. Belanda segera membantunya dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack de Saint Martin. Kerja sama antara Sultan Haji dan Belanda akhirnya dapat mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa.

Pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dibuang ke Batavia. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya meninggal dunia di dalam penjara. Beliau lalu di makamkan di komplek pemakaman raja-raja Banten yang terletak di sebelah utara Masjid Agung Banten.


Benteng Speelwijk bukti nyata runtuhnya Kerajaan Banten





Benteng Speelwijk dibangun pada masa Kesultanan Banten oleh orang kepercayaan Sultan Ageng Tirtayasaketurunan Tionghoa yang bergelar Pangeran Cakradana. Bangunan Benteng ini difungsikan untuk menahan serangan dari laut. Oleh karenanya benteng ini dibuat tepat di sisi utara kesultanan. Dengan adanya benteng ini menjadi salah satu alasan kekuatan yang dimiliki oleh Kesultanan Banten yang sulit ditembus dari laut oleh para penjajah asal Eropa yang hendak menjajah Nusantara khususnya wilayah Banten.

benteng
Benteng Speelwijk
Alkisah kehancuran Kesultanan Banten didasari oleh pengkhianatan yang dilakukan oleh anak Sultan Ageng Tirtayasa sendiri yang bernama Sultan Abunasar Abdul Qahhar atau biasa disebut Sultan Haji. Ia mencoba merebut singgasana Kesultanan Banten yang dipimpin oleh sang ayah dengan bantuan VOC.

Pada masa Sultan Haji berkuasa, Pangeran Cakradana arsitek yang membangun benteng menyingkir ke Cirebon.

nama Speelwijk dipilih atas penghormatan Gubernur Jenderal Cornelis Janszzon Speelman yang bertugas di Hindia Belanda pada tahun 1681 – 1684.

Benteng
Benteng Speelwijk


Benteng Speelwijk dibangun di atas reruntuhan tembok Keraton Surosowan pasca penyerangan Sultan Ageng Tirtayasa dengan material yang tidak jauh berbeda dengan bangunan sebelumnya. Batu karang, batu bata merah sebagai material utamanya.

Pembagian ruangan utama di dalam benteng adalah kamar penyimpanan senjata, rumah komandan, kantor administrasi dan gereja yang semuanya tinggal reruntuhan dan pondasinya saja.

Di area benteng, tepatnya di sisi luar sebelah selatan terdapat pemakaman orang asing yang disebut kerkhoff. Bentuk bangunan makam terlihat tidak seragam. Salah satu bangunan makam yang paling besar adalah makam Komandan Hugo Pieter Faure (1718 – 1763), sang panglima perang.

Benteng
Benteng Speelwijk

Benteng ini diperkirakan memiliki dua fungsi, yakni sebagai pertahanan dan pemukiman. Benteng tersebut juga menjadi tempat mengontrol segala kegiatan yang berkaitan dengan Kesultanan Banten dan juga sebagai tempat berlindung dan bermukim bagi orang-orang Belanda.
Benteng Speelwijk ditinggalkan Belanda pada tahun 1811 karena adanya pemberontakan dan merebaknya penyakit sampar di Banten. Saat ini Benteng Speelwijk masih berdiri dengan kokoh di kawasan bersejarah Banten Lama


Begitulah sepenggal kisah sejarah sultan ageng tirtayasa melawan penjajah belanda, betapa mulianya mereka para pejuang-pejuang bangsa ini yang rela mati demi mempertahankan kekuasaannya dari penjajah-penjajah.

Ada pepatah yang mengatakan “Bangsa yang besar ialah bangsa yang mengenal perjuangan para pahlawannya”. Maka dari itu selayaknya kita menghargai perjuangan pahlawan kita dan jangan sampai melupakan

Sejarah. Karena Sejarah dapat memberikan gambaran dan menjadi pedoman bagi suatu bangsa untuk melangkah dari kehidupan masa kini ke masa yang akan datang. Tiap-tiap individu pada setiap bangsa dan negara harus memiliki kesadaran akan arti pentingnya sejarah

beberapa Foto Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk

referensi: http://www.kaskus.co.id/thread/57ac9471d675d4de068b4570/kombat-merdeka-perjuangan-sultan-ageng-tirtayasa-melawan-voc
Baca Juga

0 Response to "Kisah Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa Melawan Penjajah Belanda"

Posting Komentar