Pengertian Hukum Kebiri Untuk Para Pemerkosa

Menyusul semakin maraknya tindak kekerasan s3ksual yang kasusnya semakin merebak ke permukaan beberapa waktu terakhir, muncul satu opsi yang dianggap paling optimal dalam menciptakan efek jera terhadap pelaku kejahatan s3ksual. Yakni hukum kebiri. Apa itu hukum kebiri? bagaima cara eksekusinya, dan bagaimana posisi hukum kebiri ditinjau dari berbagai sudut pandang termasuk HAM, sisi agama islam, kesehatan dan lain sebagainya? mari kita lihat
Hukum kebiri memiliki pengertian secara harfiah sudah dihilangkan (dikeluarkan) kelenjar testisnya (pada hewan jantan) atau dipotong ovariumnya (pada hewan betina); sudah dimandulkan; (KBBI). ini artinya, para pelaku kejahatan yang dikenai hukum kebiri nantinya sudah hilang fungsi s3ksualnya. Baik jika ia laki laki, maka laki laki tersebut sudah tidak akan tertarik melihat lawan jenis.


Sejarah praktek Kebiri pada Manusia


Praktik pengebirian sudah dilakukan manusia bahkan jauh sebelum tercatat dalam sejarah. Kebiri kadang kala dilakukan atas dasar alasan keagamaan atau sosial di budaya tertentu di Eropa, Timur Tengah, Asia Selatan, Afrika, dan Asia Timur. Setelah peperangan, pemenang biasanya mengebiri dengan memotong penis dan testis mayat prajurit yang telah dikalahkan sebagai tindakan simbolis "merampas" kekuatan dan keperkasaan mereka. Laki-laki yang dikebiri — orang kasim — biasanya dipekerjakan dan diterima pada kelas sosial istimewa dan biasanya menjadi pegawai birokrasi atau rumahtangga istana: khususnya harem.Pengebirian juga muncul dalam dunia keagamaan. Sementara beberapa agama seperti agama Yahudi sangat melarang praktik ini. Kitab Imamat misalnya secara khusus melarang orang kasim atau yang alat kelaminnya cacat untuk masuk menjadi biarawan Katolik, sebagaimana tradisi sebelumnya melarang hewan kebiri untuk dikorbankan.

Dalam sejarah Tiongkok, orang kasim atau disebut sida-sida diketahui memegang kekuasaan yang cukup besar di istana, terkadang merebut kekuasaan dari kaisar yang sah, seperti disebutkan dalam sejarah dinasti Han, dan masa menjelang akhir dinasti Ming. Peristiwa yang sama juga dilaporkan terjadi di Timur Tengah.

Pada masa purba, pengebirian juga melibatkan pemotongan seluruh alat kelamin pria, baik testis sekaligus penis. Praktik ini sangat berbahaya dan kerap mengakibatkan kematian akibat pendarahan hebat atau infeksi, sehingga dalam beberapa kebudayaan seperti Kekaisaran Byzantium, pengebirian disamakan dengan hukuman mati. Pemotongan hanya testisnya saja mengurangi risiko kematian.

Pembedahan untuk mengangkat kedua testis atau pengebirian secara kimia secara medis mungkin dilakukan sebagai prosedur pengobatan kanker prostat.[2] Pengobatan dengan mengurangi atau menghilangkan asupan hormon testosteron -baik secara kimia ataupun bedah dilakukan untuk memperlambat perkembangan kanker. Hilangnya testis yang berarti hilangnya pula hormon testosteron mengurangi hasrat seksual, obsesi, dan perilaku seksual.

Kaum transseksual laki-laki yang merasa dirinya perempuan ada yang menjalani prosedur orchiektomi, penghilangan alat kelami laki-laki, sebagai bagian dari operasi ganti kelamin dari laki-laki menjadi perempuan.


HUKUM KEBIRI dalam Pandangan ISLAM


Sejumlah negara telah melaksanakan hukuman kebiri bagi pelaku fedofilia. Namun, bolehkah hukuman kebiri ini dalam syariat Islam? Mengingat Indonesia berpenduduk mayoritas umat Islam, tentu harus mengkaji hukuman ini dari segi syariatnya.

Ulama yang setuju dengan hukuman kebiri ini lebih mengedepankan aspek maslahat ketika hukum kebiri diterapkan. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berwacana, pemberian hukuman kebiri pada terpidana pedofilia bisa memberikan efek jera (zawajir). Hakim bisa berijtihad dalam memberikan hukuman dalam kasus ini dengan pertimbangan zawajir tadi.

Namun, pada hakikatnya, dalam kitab-kitab turats (klasik) hukum Islam, mayoritas ulama mengharamkan kebiri untuk manusia. Di antaranya, Imam Ibnu Abdil Bar dalam Al Istidzkar (8/433), Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari (9/111), Imam Badruddin Al 'Aini dalam 'Umdatul Qari (20/72), Imam Al Qurthubi dalam Al Jami' li Ahkam Alquran (5/334), Imam Shan'ani dalam Subulus Salam (3/110), serta ulama-ulama fikih lainnya. Ibnu Hajar al-Asqalani dan Syekh Adil Matrudi dalam Al Ahkam Al Fiqhiyyah Al Muta'alliqah bi Al Syahwat bahkan menyebut haramnya kebiri untuk manusia sudah menjadi ijmak ulama.

Selain ulama klasik, mereka yang kontra soal hukuman kebiri ini juga berasal dari kalangan kontemporer, seperti Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asosiasi Pondok Pesantren Jawa Timur, Hizbut Tahrir, serta kalangan ulama kontemporer lainnya. Mereka berdalil, kebiri berarti mengubah fisik manusia, melanggar HAM, dan melahirkan jenis hukum baru yang tak pernah dikenal dalam konsep jinayah Islamiyah.

Para ulama yang mengharamkan kebiri berdalil dengan hadis Ibnu Mas'ud RA yang mengatakan, "Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu, kami bertanya kepada Nabi SAW, 'Bolehkah kami melakukan pengebirian?'. Maka Nabi SAW melarangnya." (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Ibnu Hibban).

Selain hadis sahih yang tegas melarang pengebirian ini, ulama yang ingin berijtihad dalam penetapan hukum Islam harus merujuk pada hukum-hukum asal yang sudah ada. Kasus pemerkosaan sebenarnya bisa diambil dari hukum asalnya, yakni perzinaan atau homoseksual. Jika pedofilia masuk dalam kategori perzinaan, maka hukumannya cambuk 100 kali atau rajam (bunuh). Jika pelaku pedofilia tergolong liwat (homoseksual), ia dihukum mati. Jika sebatas pelecehan seksual (at taharusy al jinsi) yang tidak sampai melakukan zina atau homoseksual, hukumannya takzir.

Mereka yang kontra juga berpendapat, hukuman kebiri tidak dikenal dalam literatur hukum Islam. Padahal, pada zaman kuno sebenarnya sudah banyak tradisi kebiri ini. Misalnya, tradisi kasim istana di Tiongkok kuno. Namun, model kebiri ini tidak diadopsi dan dipilih syariat Islam sebagai hukuman alternatif bagi tindak kejahatan seksual.

Kebiri dengan suntikan kimiawi juga berdampak berubahnya hormon testosteron menjadi hormon estrogen. Akibatnya, laki-laki yang mendapatkan hukuman ini akan berubah dan memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Syariat Islam jelas mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya. Sebagaimana sabda Nabi SAW dari Ibnu Abbas RA, "Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki." (HR Bukhari).

Jika laki-laki yang menyerupai wanita diharamkan, maka wasilah yang menjadikan keharaman ini terlaksana juga diharamkan. Kaidah fikih mengatakan, "Al-Wasilah ila al-haram muharromah" (Segala perantaraan menuju yang haram, hukumnya haram juga).

Di antara pendapat pro-kontra soal hukuman kebiri ini, ada juga pendapat yang lebih moderat dari kalangan ulama kontemporer. Misalnya, kalangan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia  (http://khazanah.republika.co.id/)

Teknis cara Hukum Kebiri


Ada dua macam kebiri yang diterapkan di berbagai negara, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimiawi. Kebiri fisik seperti yang diterapkan di Republik Ceko dan Jerman, menurut Liputan6.com dilakukan dengan cara mengamputasi testis pelaku pelaku paedofil sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron yang memengaruhi dorongan seksualnya.
kebiri secara fisik


"Dorongan seksual atau gairah seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor terpenting ialah hormon testosteron. Hormon testosteron tidak hanya berpengaruh bagi dorongan seksual pria, melainkan perempuan juga. Kalau testosteron berkurang maka dorongan seksual juga berkurang bahkan hilang sama sekali," kata Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Wimpie Pangkahila kepada Detikcom.

Sementara itu kebiri kimiawi, berbeda dengan kebiri fisik, tidak dilakukan dengan mengamputasi testis.

Situs DW menyebutkan kebiri kimiawi dilakukan dengan cara memasukkan bahan kimiawi antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke tubuh seseorang dengan tujuan untuk memperlemah hormon testosteron. Secara sederhana, zat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh itu akan mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan ereksi, libido atau hasrat seksual.

Negara-negara Amerika Serikat, Moldova, Estonia, Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan dan Rusia sudah menerapkan kebiri kimia bagi pelaku paedofil.

Hukuman kebiri kimia berupa suntik antiandrogen, seperti diwartakan KOMPAS.com diketahui mempunyai dampak negatif yaitu mempercepat penuaan tubuh. Cairan antiandrogen yang disuntikkan ke dalam tubuh mengurangi kerapatan massa tulang sehingga tulang keropos dan memperbesar risiko patah tulang. Obat itu juga mengurangi massa otot dan meningkatkan lemak yang menaikkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

"Jika pemberian antiandrogen dihentikan, dorongan seksual dan fungsi ereksi seseorang akan muncul lagi," kata Wimpie. Dengan demikian kebiri kimiawi tidak bersifat permanen, namun sementara saja. Kebiri kimia tidak "menyembuhkan" perilaku penjahat seksual karena saat masa hukuman selesai, pelaku masih bisa mengulangi kejahatannya jika pemicunya melakukan kejahatan seksual tak ditangani.

Menurut Republika Online, prosedur kebiri kimia di Rusia dilakukan setelah pengadilan meminta laporan psikiater forensik untuk menindaklanjuti langkah medis terhadap si pelaku. Kemudian pengadilan akan menyuntikkan zat depo-provera yang berisi progesteron sintetis ke dalam tubuh si pesakitan. Dengan menyuntikkan lebih banyak hormon wanita ke tubuh pria maka ini akan menurunkan hasrat seksual.

Setelah menjalani kebiri kimia, pelaku kejahatan pedofilia akan menjalani hukuman kurungan. Mereka baru bisa mengajukan bebas bersyarat setelah menjalani 80 persen masa hukuman.

Di Korea Selatan, seperti dilansir Vemale.com, pemerintah menggunakan metode kebiri kimia hanya jika para ahli kesehatan memberi hasil pemeriksaan bahwa pelaku kejahatan seksual cenderung akan mengulangi perbuatannya.

Prosedur kebiri kimia akan dilakukan setelah ada diagnosis dari psikiater, baru pihak kejaksaan akan melakukan proses kebiri. Proses tersebut akan dilakukan dua bulan sebelum sang pelaku dibebaskan dari penjara, dengan masa hukuman maksimal 15 tahun.
Baca Juga

0 Response to "Pengertian Hukum Kebiri Untuk Para Pemerkosa"

Posting Komentar